dearsrikandi

“Hey, asyik banget ini gue daritadi di sini sampe nggak nyadar,” ucap Kale yang berdiri di depan Joan.

“Hah— oh, udah beres belanjanya?” tanya Joan.

“Udaah, ini kartu lo gue balikin. Makasih ya padahal kan gue bisa bayar sendiri Jo,” ucap Kale sambil menyerahkan kartu ATM milik Joan.

Joan mengambil kartu miliknya tersebut, “Ya gak apa-apa, uang gue kan uang lo, tapi uang lo ya pure milik lo.”

“Haha baiklah. Makasi ya babe.”

Joan menoleh kaget, “Hah? Ulang coba ulang, manggil apa tadi?”

Kale bingung, “Panggil 'Babe', kenapa?”

“Wow, once in a blue moon.”

“Haha lebaay! Ayoo, kita keliling lagii!”

“Semangat amat Ibu Kale Araya.”

“Iya, soalnya ini last day hehe. Besok kita ke Sumba, jadi cukul excited.”


Mereka saat ini sedang berada di salah satu restoran untuk makan siang.

“Kale, ntar kalo semisalnya kita dikasih rezeki untuk punya anak, mau perempuan atau laki-laki?” tanya Joan.

“Hmm, apa ya, gue sih tergantung dikasihnya aja, asal sehat, lengkap, bagus udah syukur.”

“Iya sih gue juga maunya gitu. Tapi gue pengen deh pertamanya laki-laki.”

“Biar?”

“Biar dia bisa lindungin adeknya atau kakaknya dari orang-orang jahat.”

“Kalo perempuan duluan juga kan bisa aja dia belajar karate Jo, jadi bisa lindungin diri sendiri juga.”

“Oiya bener juga ya.”

Joan mengulurkan tangannya dan mengusap pinggir mulut Kale, “Ini berantakan bentar gue rapihin.”

Setelah merapikan dan memastikan daerah tersebut bersih, Joan berkata, “Okay, all clean.”

“Hahaha okay makasih yaa.”

Malam terakhir mereka di Korea Selatan ini mereka habiskan untuk diam di kasur sambil menonton film di netflix yang ada di televisi kamar hotel mereka.

Posisi mereka saat ini adalah Joan bersandar pada bantal lalu tangan kirinya digunakan untuk mengusap kepala Kale. Kale menjadikan bahu Joan untuk bersandar dan tangannya memeluk pinggang Joan.

“Joan,” panggil Kale.

“Ya?” jawab Joan sambil mengusap rambut Kale.

“Makasih ya.”

“Untuk?”

For being the best husband I've ever had.”

“Lagi kenapa sayang?”

“Gak apa-apa. Lagi pengen bilang aja. Makasih ya?”

“Haha iyaa sama-sama. Thank you for being the best wifey ever ya Kale.”

“Hehe. Lucu ya Jo kalo dipikir-pikir, dulu mana nyangka gue bakal nikah sama lo.”

“Gue juga gak pernah nyangka. Tapi ya I took the right choice, marrying you is the best choice that change my life so far.”

“Gue ngubah hidup lo apanya? I didn't do anything Jo.”

My life is so much happier since you came and being my long-life partner.”

Kale mengecup bibir Joan sekilas, “Iya, makasih juga ya Joan.”

I've never heard you called me in romantic way deh Kale, like I often called you 'Sayang', but I think I never heard it from you,” ucap Joan.

Kale tertawa, “Haha jadi mau dipanggil sayang terus?”

“Nggak juga sih. Tadi cuma bilang aja.”

“Wow nantangin, sini gue bisikin sesuatu mumpung momennya mendukung,” ucap Kale sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Joan.

“Apaan?” Joan bingung.

Babe, do you know that I'm a zombie? And now I'm craving to eat you out,” bisik Kale.

Joan kaget, namun setelahnya Ia mengeluarkan smirk miliknya dan mendekat ke arah telinga Kale lalu berbisik,

Sure, I'm all yours, Mrs. Zombie.”

Malam terakhir mereka di Korea Selatan ini mereka habiskan untuk diam di kasur sambil menonton film di netflix yang ada di televisi kamar hotel mereka.

Posisi mereka saat ini adalah Joan bersandar pada bantal lalu tangan kirinya digunakan untuk mengusap kepala Kale. Kale menjadikan bahu Joan untuk bersandar dan tangannya memeluk pinggang Joan.

“Joan,” panggil Kale.

“Ya?” jawab Joan sambil mengusap rambut Kale.

“Makasih ya.”

“Untuk?”

For being the best husband I've ever had.”

“Lagi kenapa sayang?”

“Gak apa-apa. Lagi pengen bilang aja. Makasih ya?”

“Haha iyaa sama-sama. Thank you for being the best wifey ever ya Kale.”

“Hehe. Lucu ya Jo kalo dipikir-pikir, dulu mana nyangka gue bakal nikah sama lo.”

“Gue juga gak pernah nyangka. Tapi ya I took the right choice, marrying you is the best choice that change my life so far.”

“Gue ngubah hidup lo apanya? I didn't do anything Jo.”

My life is so much happier since you came and being my long-life partner.”

Kale mengecup bibir Joan sekilas, “Iya, makasih juga ya Joan.”

I've never heard you called me in romantic way deh Kale, like I often called you 'Sayang', but I think I never heard it from you,” ucap Joan.

Kale tertawa, “Haha jadi mau dipanggil sayang terus?”

“Nggak juga sih. Tadi cuma bilang aja.”

“Wow nantangin, sini gue bisikin sesuatu mumpung momennya mendukung,” ucap Kale sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Joan.

“Apaan?” Joan bingung.

Babe, do you know that I'm a zombie? And now I'm craving to eat you out,” bisik Kale.

Joan kaget, namun setelahnya Ia mengeluarkan smirk miliknya dan mendekat ke arah telinga Kale lalu berbisik,

Sure, I'm all yours, Mrs. Zombie.”

Joan dan Kale sekarang sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan oleh-oleh Korea Selatan, tepatnya di Myeongdong.

Drrt.. drrt..

Handphone Kale bergetar, ada telfon masuk.

“Halo, iya Mi ada apa?” “Aku lagi belanja, Mami mau titip sesuatu?” “Beneran?” “Ih apaan, kok titipnya itu.” “Itu mah doain aja, ini mau titip barang nggak?” “Yaudah atuh. Mami sama Papi sehat kan?” “Oke syukur. Yaudah dulu ya Mi nanti ditelfon lagi pas Kale di hotel.” “Okay, see you, love you.”

Kale menutup telfonnya dan melihat ke arah Joan yang ternyata daritadi melihat ke arahnya, “Mami ya Le?”

“Iya Mami,” jawab Kale.

“Mami mau titip apa? Biar bisa sekalian dicariin,” tanya Joan.

“Biasa, Ibu-ibu, Mami bilangnya tadi titip cucu. Cukup aneh.”

Joan tertawa, “Hahaha nggak aneh sayang. Siapa tau beneran. Doa aja.”

“Iya tadi juga gue bilang gitu. Tapi tadi bilangnya nggak mau titip barang apa-apa. Bunda ada request emang Jo?”

“Bunda sama Ayah juga nggak ada sih. Yaudah bebas aja kali ya.”

“Iya. Samain aja deh Mami-Bunda sama Papi-Ayah. Gapapa kan ya Jo?”

“Gapapa Kalee. Lo mau beli apa lagi?”

“Ini lagi cari titipan Haikal. Dia titip album Twice hadeh dasar. Deva sama Jaya gak titip apa-apa kah?”

“Haha yaudah gue temenin cari album buat Haikal. Deva sama Jaya mah apa aja juga diterima.”

“Hahaha yaudah ayo sekalian cari buat mereka juga.”


Joan kini menenteng dua buah tas belanja yang ukurannya cukup besar. Tadinya Kale request untuk bawa masing-masing satu, tapi Joan menolak. Katanya kasihan takut Kale capek, jadi Kale menurut saja.

“Kale mau beli sesuatu lagi?” tanya Joan.

“Nggak Jo, cukup sih gue. Lo ada lagi kah yang mau dicari?”

“Nggak ada. Yaudah wait gue telfon dulu Mas Farhan ya.”

“Okay— Jo sini deh barang-barang lo daripada masuk kantong mending masukin tas gue aja. Lo suka lupa naro barang, gue takut dompet atau barang lo yang lain ketinggalan di sini.”

“Ini sayang boleh tolong ambil dari kantong gue nggak, gue lagi cari nomernya Mas Farhan lupa kemarin di-save pake nama apa ya sama gue,” ucap Joan sambil meng-scroll kontak di handphone-nya.

“Ih kebiasaan, yaudah ini gue ambil sendiri ya,” ucap Kale sambil merogoh kantong celana Joan untuk mencari dompet. Setelah ketemu, Kale merogoh kantong yang lain untuk memeriksa apakah ada barang lain yang disimpan Joan.

“Ini dompetnya di tas gue ya Joan.”

“Iya. Makasi sayang. Ini gue telfon Mas Farhan kok nggak diangkat-ang— Halo, Mas Farhan.”

Dasar si nggak sabar


Sampai di hotel mereka membereskan barang-barang yang tadi mereka beli. Mereka memutuskan untuk membeli koper baru karena oleh-oleh yang mereka beli tidak akan muat jika disatukan dengan koper baju mereka.

“Joan ada lagi nggak ini yang ketinggalan? Masih ada yang belum dimasukin nggak?” tanya Kale.

“Nggak ada sayang. Udah masuk semua,” jawab Joan.

“Okay. Ini gue tutup ya kopernya.”

“Iya Kale boleh.”

“Joan aaaah lepas dulu gue mau nyisir, mau ke toilet, mau bersih-bersih gue mau mandi ayo jalan-jalan,” ucap Kale.

Can we just stay at hotel?” tanya Joan.

No, of course you can't. Kalo mau boboan aja mah di Jakarta juga bisa nggak usah jauh-jauh sampe Seoul,” ucap Kale.

“Masih mager,” ucap Joan.

“Ya udah gak apa-apa gue pergi sendirian aja. Ini lepas dulu atuh ganteng sok ya gue mau mandi ini.”

“Ih ya nggak sendiri lah. Gue tadi iseng doang. Gue ikut,” ucap Joan.

“Ya udah boleh, ini lepas dulu Joan ampun deh tangan gue. Abis gue baru lo mandi,” Joan lalu terkekeh dan melepaskan tangan Kale dari genggamannya.

“Kale, sebenernya gue tau how to menghemat waktu mandi,” ucap Joan.

“Gimana?”

“Gimana kalo bareng?”

Satu handuk melayang ke muka Joan, “Nggak usah ngaco! Udah ah gue mandi. Ngomong sama lo ntar gue nggak mandi-mandi.”

Ya, itu Kale yang barusan melempar handuk dan tepat jatuh di muka Joan.

“Haha galaak. Jangan galak-galak Kale ntar anak kita takut kalo mamanya galak.”

Kale masuk ke kamar mandi dan Joan sibuk dengan handphone-nya sambil menunggu Kale selesai mandi. Tak selang berapa lama, Kale selesai untuk membersihkan diri.

“Joan, cepet, gue udah beres mandi.”

“Okee siap Ibu negara,” ucap Joan sambil mengangkat tangannya layaknya sedang hormat.

“Hahahaha apasihh random abis.”

Malam hari di Kota Seoul terlihat indah dari balkon hotel Joan dan Kale dengan pemandangan city light dari gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi.

Mereka— Joan dan Kale memutuskan untuk tidur di hotel saja seharian karena ternyata badan mereka sama-sama capek.

“Jo, what will you do if someday i bring you a testpack with two lines on it?” tanya Kale.

Posisi mereka saat ini sedang berhadapan di mana tangan Kale berada di pinggang Joan dan tangan Joan menjadi bantal Kale sementara satu tangannya lagi memainkan rambut Kale.

What will I do ya hmm I never think about it, but I think, what will I do is crying while hugging you with a big smile from ear to ear.”

“Haha gue juga kayanya akan nangis dulu tapi nangis seneng. Gimana ya Jo rasanya hamil, bawa-bawa nyawa kemana-mana, gimana rasanya bisa ngeliat anak kita sendiri tumbuh, dari mulai dia lahir, ngerangkak, manggil kita sebagai orang tuanya, lari, ngomong, cerita, dan lain-lain. Oh my god, gimana ya rasanya jadi orang tua, gue suka ngebayangin deh.”

Tanpa sadar posisi mereka saat ini sangat dekat. Joan maju sedikit saja hidung mereka bersentuhan, maklum, mancung.

“Kale,” panggil Joan.

“Iyaa?” jawab Kale sambil menatap mata Joan.

“Mau tau rasanya jadi orang tua?”

“Iya dong mau. Emang lo nggak mau?”

“Gue mau lah pasti.”

“Syukur kalo lo mau juga.”

“Kale,” panggil Joan lagi. Kali ini sambil mengusap rambut Kale penuh sayang.

“Iyaa? Kenapa Joan?”

I'll help you to grant one of your wishes,” ucap Joan sambil mendekat. Kali ini hidung mereka sudah bersentuhan.

Which wishes?

To be a parents.”

Kale terdiam, masih shock dengan apa yang baru saja Joan lontarkan.

Can I do it now?” tanya Joan.

“Jo, but please do it slowly ya?”

I'll make you feel like you're the happiest girl ever tonight.”

Orang mana yang gojekin barang penting dari rumah ke bandara? Ya, betul, Joan adalah jawabannya. Orang gila. Untungnya, tas Joan sampai dengan selamat.

Setelah menunggu beberapa lama di bandara, akhirnya tiba lah saat giliran mereka untuk naik ke pesawat.

Saat mau take off, Joan menggenggam tangan Kale. Kale menoleh, “Kenapa?”

“Nggak apa-apa. Pengen pegang aja,” jawab Joan.

Bohong, Kale tau dari Bunda bahwa Joan takut masa-masa take off dan landing.

“Nggak usah bohong, gue tau. Udah gak apa-apa, ada gue,” ucap Kale sambil mengusap punggung tangan Joan yang menggenggam tangan Kale.

“Hehe. Pinjem dulu ya sebentar tangannya,” ucap Joan.

“Mau lama juga nggak apa-apa,” ucap Kale.

“Makasih yaa.”

My pleasure, Joan.”


Setelah 7 jam berada di atas pesawat, akhirnya Joan dan Kale menginjakkan kaki mereka di negeri ginseng. Sesampainya di bandara, mereka sudah dijemput oleh supir milik kolega bisnis Joan.

Emang Joan relasinya kagak main-main.

Excuse me Sir, do we directly go to hotel or do you want to visit some places first?”, tanya sang supir.

Directly to hotel Sir. Do you know where is the hotel?” ucap Joan.

Yes I am. My boss told me about the name and luckily i know where it is.”

Sorry Sir, if you don't mind, can I ask you what is your name? But if you don't want to tell us, it's okay,” tanya Kale.

My name is Farhan.”

“Loh, are you from Indonesia? Because your name doesn't sound like other Korean people,” ucap Kale.

Yes, you're right.”

“Mas, masih inget bahasa Indonesia?” tanya Joan.

“Loh, Mas sama Mba dari Indonesia?” tanya Mas Farhan.

“Haha iyaa Mas, kita dari Indonesia,” ucap Joan.

“Oalah. Soalnya muka Mas sama Mba-nya kaya bule,” ucap Mas Farhan.

“Hahaha nggak Mas, kita Indonesia asli tok dari lahir.”

“Joaaaan, ini ya tas lo di atas kasur, bawa ya isinya paspor, dompet, charger, mini parfume lo. Sama apalagi ya tadi lupa pokoknya barang-barang lo di bawa ya,” ucap Kale saat menyiapkan barang-barang yang akan mereka bawa besok. Joan menambahkan Korea sebagai destinasi trip mereka. Maka dari itu paspor harus dibawa.

“Iyaa sayang makasih maaf gue baru beres mandi jadi lo beres-beres sendiri,” ucap Joan sambil mengeringkan rambutnya.

“Apa deh. Gapapa Joan. Santaai. Jangan lupa ya Joan ini tas lo barang penting semua.”

“Iyaaa Kale siap nanti dibawa.”


“Joan, tas yang isinya paspor udah di bawa?” tanya Kale saat mereka sudah di perjalanan.

Saat ini mereka sedang pergi diantarkan oleh Pak Murti— driver Kiehls Group. Nantinya mobil Joan akan dikembalikan ke rumah oleh Pak Murti dan akan dijemput lagi oleh Pak Murti sepulang mereka dari perjalanan.

“Udah di bawa sayang ya Tuhan udah berapa kali nanyaa,” ucap Joan.

“Ih takut lupa, lo kan lupaan.”

“Nggak ini mah aman,” ucap Joan sambil mengacungkan jempol.

“Oke pinter,” ucap Kale sambil mengusak rambut Joan dan dibalas cengiran oleh Joan.


“Joan, last check, mana tas lo?” tanya Kale.

“Adaa sayang di sini bentar gue ambil,” ucap Joan sambil menurunkan barang-barang dari bagasi mobil.

“Mana coba liat.”

“Bentar yaa sayang gue turunin ini dulu nanti gue kasih liat.”

Setelah menurunkan koper, Joan nampak sibuk mencari sesuatu di bagasi mobilnya.

“Cari apa Jo?” tanya Kale penasaran.

“Sayang jangan marah, tas gue ketinggalan.”

Ah, Joan mah

“Joan ayo makan malem,” ucap Kale dari arah dapur, sementara Joan berada di ruang keluarga.

“Okay, wait yaa,” jawab Joan.

Selang beberapa menit, Joan menghampiri Kale yang sudah menghidangkan beberapa hidangan yang terlihat lezat, ada cumi tepung, sayur bayam, dan juga ada buah mangga yang sudah dikupas dan dipotong kecil-kecil.

“Wow, kita makan besar?”

“Haha lebay. Nggak. Kalo nggak habis kan bisa dimasukin kulkas ntar diangetin lagi. Ini sayur bayem gue masak cuma dikit kok soalnya dia nggak bisa diangetin lagi jadi harus habis sekarang.”

“Kereen,” ucap Joan sambil mengangkat dua jempol tangannya.

Joan duduk di kursi meja makan dan Kale menyendokkan seporsi nasi untuk Joan.

“Joan, kita sekarang bobonya jauhan ya,” ucap Kale.

Joan yang sedang mengunyah makanan menjadi terhenti dan menatap Kale di depannya, “Kenapa?”

“Takut lo ketularaaan kasian kan lagi banyak kerjaan.”

“Nggak akan ketularan, kan badan gue kuat,” ucap Joan sambil mengangkat tangannya.

“Idih pamer otot mentang-mentang lagi sering ke gym,” ucap Kale bercanda.

“Haha apaan. Nggak gitu. Udah nggak apa-apa. Masa jauhan sih kaya lagi musuhan tau.”

“Bilang aja lo gamau jauh-jauh dari gue ya kaan?”

“Pede bangeet, tapi iya sih.”

“Yaudah tapi no cuddles ya.”

“Yaaah kok gitu? Protes.”

“Takutnya ketularan Joaaan nanti lo sakit juga.”

“Nggak akan Kalee udah ah nggak apa-apa. Fix nggak akan sakit.”

“Hahaha yaudaah bebas.”

Kale dan Joan sedang berada di dokter umum, langganan Joan dari kecil. Namanya Dokter Eya. Aslinya sebenarnya bernama Dokter Ela, namun karena Joan kecil tidak bisa bilang 'Ela' secara jelas, maka dulu Joan memanggilnya dengan sebutan Dokter Eya, sampai sekarang.

“Selamat pagi Dok,” ucap Joan dan Kale saat memasuki ruangan praktik Dokter Eya.

“Pagi. Sini masuk, duduk,” ucap Dokter Eya ramah seperti biasanya.

“Ini dari yang saya liat, sekarang Kale ya yang berobat?” tanya dokter Eya.

“Iya Dok, saya yang sakit,” jawab Kale.

“Gimana tuh sakitnya, apa aja yang kerasa?”

“Saya kayanya kehujanan, terus sakit gitu Dok. Tadi malem demam agak tinggi, saya cek pake termometer sih di angka 38.5°C.”

“Ada gejala lain nggak? Kaya batuk atau mungkin bersin-bersin pilek?”

“Oh iya Dok, kata Joan, semalem saya batuk terus gitu pas lagi tidur.”

“Batuknya gimana?”

“Batuk kering sih Dok, belum yang berdahak,” jawab Joan.

“Ada suara tambahan gak pas lagi tidur? Kaya ada bunyi-bunyi lain gitu?”

“Nggak ada sih Dok seinget saya,” ucap Joan lagi.

“Yaudah mari, saya periksa dulu mungkin ya,” ucap Dokter Eya sambil menuju kasur periksa yang ada di kliniknya.

Setelah dilakukan beberapa pengecekan, seperti cek tekanan darah dan mengecek suara paru-paru dan suara detak jantung menggunakan stetoskop, akhirnya Dokter Eya kembali ke kursinya, begitu pun dengan Kale yang kembali menuju kursi tempat Ia duduk sebelumnya.

“Kale sama Joan di rumah ada yang merokok tidak? Atau mungkin di kantor?”

“Di rumah nggak ada sih Dok, soalnya saya atau Joan nggak ngerokok. Kalo di kantor mungkin ada sih Dok, temen-temen saya kalo break lunch suka ngerokok.”

“Kalo boleh tau, kerja di mana emang Kale?”

“Di Diamond Bank Dok.”

“Oalah. Sejauh ini ada ingus yang keluar?”

“Semenjak tadi pagi sih Dok, bening gitu warnanya.”

“Okay. Ada obat yang sudah dikonsumsi belum untuk meredakan gejalanya?”

“Ada Dok. Saya semalem minum paracetamol.”

“Ada alergi? Alergi obat atau alergi makanan?”

“Tidak ada Dok.”

“Okay. Nah, Kale, kamu menunjukkan gejala-gejala menuju common cold. Sebenernya ini bukan disebabkan sama kehujanan, tapi disebabkan oleh virus, namanya rhinovirus. Kenapa saya bilang ini disebabkan virus, karena ada fakta pendukung tadi kamu bilang ingusnya bening ya? Nah itu tanda kalo kamu terjangkitnya virus, bukan bakteri. Soalnya kalo bakteri warna ingusnya akan menjadi greenish atau agak kehijauan. Nah, ini tuh, sebenernya bisa menularnya lewat droplets dari bersin atau batuk orang yang emang lagi kena common cold juga. Sebenernya ini nggak apa-apa kalo nggak ke dokter karena imun kita bisa ngelawan. Ini mungkin saya resepkan obat untuk penurun panasnya, in case ada demam lagi. Terus ini untuk daya tahan tubuhnya ya, supaya kuat. Nanti, jika 3 hari tidak ada perubahan atau malah memburuk, datang lagi ke sini untuk pemeriksaan lebih lanjutnya,” ucap Dokter Eya sambil memberikan kertas resep kepada Joan dan Kale.

“Oke makasih banyak ya Dokter Eya,” ucap Joan.

“Iya, makasih ya Dokter,” ucap Kale.

“Iyaa, sama-sama. Semoga lekas sembuh ya.”

“Amin, makasih Dokter, kami pamit ya, selamat pagi Dok.”