dearsrikandi

“WINATAAAAA, SEMANGAAAAT!” teriak Nila saat pertandingan basket dimulai dan dibalas anggukan oleh Winata di lapangan.

“La keras banget sumpah,” ucap Kanisha.

“Lo semangatin juga dong Angkasa,” ucap Nila.

Private aja itu mah,” ucap Kanisha.

“Serem banget ya mainnya private,” ucap Nila becanda.

“HAHA nggak lah becanda gue.”

Saat sedang mengobrol, tiba-tiba, “EH ITU YANG DI TRIBUN AWAS!”

Namun terlambat,

DUG

Kepala Kanisha terkena bola basket. Angkasa langsung menghampiri Kanisha.

“WOY LEMPAR NYA YANG BENER DONG! KENA KEPALA CEWEK GUA NIH— Eh, maaf ya, sakit nggak?” tanya Angkasa sambil mengusap-usap kepala Kanisha. Kanisha yang diperlakukan seperti itu secara tiba-tiba lantas kaget dan akhirnya hanya bisa terdiam.

“Maaf ya kalo sakit, nanti diobatin ya, gue main dulu bentar,” ucap Angkasa lalu mengambil bola basket yang tadi dan kembali menuju lapangan untuk melanjutkan permainan.

Sementara di sana Kanisha masih terdiam atas ucapan dan perlakuan Angkasa yang Ia rasa terlalu tiba-tiba dan unexpected. Tak hanya Kanisha, Nila yang di sebelahnya pun masih tidak percaya dengan apa yang baru Ia dengar dan Ia lihat.

“Hey, ayo balik!” ucap Angkasa di pintu kelas B.

“Oh, udah keluar? Kalem kalem. Rafa mana binder gue yang tadi abis lo foto?” ucap Kanisha pada Rafa, teman sekelasnya di kelas B, yang tadi meminjam catatannya untuk difoto.

“Itu edan Sha, ada di kolong kursi lo kan gue simpen,” ucap Rafa.

“Oiya, oke maaf. Gue duluan ya,” ucap Kanisha.

“Iya, thanks ya Sha bindernya!” ucap Rafa yang dibalas acungan jempol oleh Kanisha.

“Jadi makan dulu nggak kita?” tanya Kanisha.

“Jadi, depan Total Buah apa gimana itu?” tanya Angkasa sambil mereka berjalan menuju tempat parkir Inten.

“Samping, cuma kalo lo bawa mobil gapapa kok bisa parkir di total buah. Oh, atau, gue sama Nila sama Winata biasanya parkir di toko yang seberang Sari-Sari, ntar makan di dalem mobil,” ucap Kanisha.

“Gue nggak bawa mobil, tadi dipake Papa. Gapapa kan?”

“Yaelah, gapapa lah, gapapa banget. Kenapa juga harus apa-apa. Yaudah kita makan di dalem warung satenya aja.”

“Boleh, nih pake helm, gue sengaja bawa dua. Bisa cetrekin-nya nggak?” tanya Angkasa saat mereka sudah sampai di parkiran Inten. 'Cetrek' yang Angkasa maksud adalah mengaitkan tali pada helm yang biasanya berbunyi 'cetrek' ketika sudah terpasang.

“Bisa. Gausah di-cetrek-in lah Ka, gue suka nggak bisa bukanya suka nyangkut,” ucap Kanisha sambil memakai helm pemberian Angkasa.

“Nggak ah, ntar kalo gue ngebut terus helm nya terbang gimana?” ucap Angkasa.

“Ya makanya nggak usah ngebut, dodol. Emang mau kemana sih sampe ngebut-ngebut segala?” ucap Kanisha.

“Iya kan tadi 'kalo' kata gue juga. Dipasang aja ya itunya ntar dibukain,” ucap Angkasa.

“Yaudah iya,” ucap Kanisha.

“Yaudah ayo naik.”


Mereka saat ini sedang berada di warung sate depan Total Buah.

“Sha nanti dateng nggak?” tanya Angkasa.

“Kemana?”

“Nonton tim gue, basket.”

“Di?”

“Di tempat biasa. Yang waktu itu gue cedera.”

“Oh, kapan?”

“Sore ini.”

“Oh, ntar gue izin dulu ke Ibu, ntar kalo diizinin gue cabut. Nila belum ngasih tau gue, jadi gue nggak tau, maaf ya.”

“Emang belum ada yang tau, Winata juga belum tau. Gue ini ditanya ketuanya kalo basket 'nanti sore bisa nggak?' gitu.”

“Oalah pantesan Nila nggak bilang. Nanti deh gue berangkat sama Nila sama Winata aja.”

“Sama gue aja, ntar gue jemput.”

“Beneran?”

“Iya. Ntar sekalian pamit sama Ibu.”

“Yaudah boleh.”

Flashback

“Nak padahal gausah repot-repot pake jemput Ibu segala dari rumah sakit. Kan kita bertiga bisa pake taxi atau gocar atau grabcar,” ucap Ibu.

Hari ini Ibu sudah boleh pulang dari rumah sakit dan hanya diwajibkan kontrol rutin satu bulan sekali. Kanisha tidak meminta Angkasa untuk mengantarnya menjemput Ibu, namun Angkasa tiba-tiba ada di depan rumahnya pagi hari ini. Memang tipikal Angkasa.

“Gapapa Ibu, kan repot kalo naik itu. Selama Angka bisa mah, sama Angka aja,” ucap Angkasa. Kanisha baru sadar jika Angkasa memanggil dirinya sendiri dengan sebutan 'Angka' ketika sedang berbicara dengan ibu. Sepertinya begitu juga cara Angkasa ketika berbicara dengan mamanya.

“Gak enak Ibu, jadi ngerepotin,” ucap Ibu.

“Nggak repot kok Bu, santai aja. Bu ini udah semua barangnya?”

“Oh, udah Nak. Bima kemana ya?”

“Bima tadi beli sarapan Bu. Ka sini sama gue aja tasnya,” ucap Kanisha yang baru keluar dari kamar mandi.

“Sama gue aja. Lo di sini aja sama Ibu, bentar gue bawa ini dulu ke mobil ya. Bu, Angka ke mobil dulu ya nyimpen ini,” ucap Angkasa sambil mengangkat tas yang berisi baju-baju Ibu dan beberapa perlengkapan lainnya.

“Iya Nak, makasih banyak ya.”

“Iya Ibu, santai,” lalu Angkasa pergi sambil membawa tasnya ke mobil.

“Kak, itu pacar kamu bukan sih?” tanya Ibu.

“Doain aja ya Bu.”


“Bang, jadi ketos pusing nggak?” tanya Bima. Saat ini Angkasa, Kanisha, Bima, dan Ibu sedang berada di mobil Angkasa dengan posisi Angkasa dan Bima di depan, Ibu dan Kanisha berada di kursi penumpang, dan jok paling belakang diisi oleh barang-barang.

“Pusing. Cuma biasa aja sih. Kenapa? Lo mau jadi ketos?”

“Nggak, gue kepo aja.”

“Oh, kirain mau naik jadi ketos,” ucap Angkasa.

“Kagak Bang.”

“Sha btw termin 2 udah beres ya kemaren Tobbi bilang ke gue,” ucap Angkasa.

“Okey Ka, makasih banyak ya,” ucap Kanisha.

“Iya, sama-sama.”

“Nak Angka, suka makanan apa? Biar kapan-kapan Ibu masakin,” ucap Ibu.

“Angka mah suka apa aja Bu,” ucap Angkasa.

“Yaudah deh, nanti sama Ibu dimasakin apa aja.”

I played dumb, but I always knew That you talked to her, maybe did even worse I kept quiet so I could keep you

“Daryl besok temenin gue yuk? Mau cari buku ke gramedia,” ucap Zanelle.

“Duh, babe, I'm really sorry, but I can't. I have a promise to take Tania's cat to see a doctor, she told me that her cat is sick, sorry,” ucap Daryl.

“Oh, it's okay, she's your best friend and her cat is sick. I'll go out with myself. Besides, mine doesn't really important tho if comparing to Tania's problem. So yeah, I hope her cat is getting better.”

“Ya, I hope so.”


“Zanelle lo tuh nggak pernah dengerin ya gue kasih tau, Daryl itu main di belakang lo anjir!” ucap Alea dengan penuh kesal.

“Mereka sahabatan doang Alea. Childhood bestfriend, wajar kalo sedeket itu,” ucap Zanelle membantah pernyataan Alea.

“Frustasi gue nasihatin lo. Gue nya yang capek hati liat lo sakit kaya gini tapi Daryl malah pergi nonton asyik-asyikan sama Tania,” ucap Alea.

It's Star Wars, Eya, one of their favourite movie since long time ago, long before I met Daryl,” ucap Zanelle.

You love it too Nel, don't you? Argh, capek banget ngasih tau nya. Mata lo kapan kebuka nya sih?”


“Eya, ayo tukeran bunga buat flowers day nanti. Liat deh udah ada posternya!” ucap Zanelle pada Alea.

“Ayok! Lo bakal dapet nggak nih dari Daryl? Awas aja sampe kaya tahun lalu dia beli buat Tania tapi lupa beli buat lo,” ucap Alea.

“Kan nggak sengaja Eya, udah ah kok jadi ngomongin Daryl. Ini lo mau bunga yang mana?”


“Daryl, lo nggak inget sekarang hari apa?” tanya Zanelle.

“Hari apa? Oh, Tania minta anter buat beli obat maag buat ibunya, oh my god babe, thanks for the reminder, hampir lupa,” ucap Daryl.

It's my birthday tho.. Tapi yaudah, kamu udah ada janji kan? Kasian ibu nya Tania.”

Isn't it on September? We're still on August.”

September is Tania's, mine is on August.”

“Ahh, I'm sorry babe ketuker. Kado dari aku nyusul ya?”


“Eya, weekend mau pergi nggak?” tanya Zanelle.

“Nggak sih, lo mau kemana?” tanya Alea.

“Temenin gue yuk, ke Sephora. Parfum gue habis,” ucap Zanelle.

“Ayo aja sih, kebetulan gue kosong kok. Lo gak minta temenin Daryl?”

“Yeh, kapan juga gue ditemenin Daryl. Weekend tuh jadwal dia buat main di rumahnya Tania. Katanya kebiasaan dari lama, jadi gak mungkin dong gue dateng-dateng rusakin itu.”

“Putusin aja sih Nel. You deserved someone better kalo kata gue mah.”

“Nggak Ya, dia yang harusnya bisa dapet lebih daripada gue.”


“Nel, putusin anjir. Udah nggak waras banget. Lo tuh argh capek banget dari dulu. Dia tuh literally jadian sama lo tapi lebih banyak spent time sama Tania, kalo ada apa-apa pasti Tania yang dikasih tau, lo nggak dikasih tau apa-apa,” ucap Alea.

“Dia hafal nomor Tania Ya, dari dulu nggak pernah ganti, udah lah nggak apa-apa, at least gue tau kan kabarnya sekarang gimana.”

After a whole day he's been missing and not answering to your texts not even read all of your chats, terus ternyata habis jalan-jalan sama Tania dan lo masih bisa bilang gapapa? Lo sinting ya anjir?”


“Daryl, I think we should break up. I don't think I can handle my jealousness anymore. I don't think that I can see you prioritize someone over me. I don't think I can think all positive possibilities whenever you're hanging out or spending your time with Tania, gue selalu bilang ke Alea kalo lo berdua bener-bener nggak ada apa-apa, but it kills me slowly, sakit banget rasanya harus pura-pura baik-baik aja di depan Alea padahal she knows that I'm not okay.”

“Oh? Sure. Let's break up.”


“Nel, itu Daryl post foto caption-nya 'Mine' terus nge-tag Tania. Tuhkan bener feeling gue, mereka tuh ada main Nel di belakang lo, jauh sebelum lo putus. Gak mungkin banget logikanya pacaran 2 tahun tapi move on cuma 2 minggu. No way,” ucap Zanelle.

“Iya, disappointed but not surprised sih Ya gue. Gue juga tau mereka ada something behind my back. But I'm playing dumb. Act like i don't know what happened between them. Jadi hal ini udah sangat gue expect sih.”

It took you two weeks to go off and date her Guess you didn't cheat, but you're still a traitor

Hujan mulai turun. Gerimis kecil. Kanisha tak kunjung mendapatkan driver dari aplikasi ojek online nya itu.

Saat sedang menunggu agar dapat driver, Kanisha berteduh di warung ayam geprek samping sekolah langganannya, tiba-tiba ada yang berhenti. Rupanya Angkasa.

Anjir ngapain woy woy, batin Kanisha.

“Ngapain?” tanya Angkasa.

“Nunggu driver nih ga dapet-dapet,” ucap Kanisha sambil menunjukkan handphone nya ke arah Angkasa.

“Lagi demo,” ucap Angkasa.

“Hah? Siapa?”

Driver.”

“Oh pantesan, tau gitu gue naik angkot aja daritadi. Makasih ya Ka udah ngasih tau. Yaudah gue duluan ya takut keburu sore nanti angkot nya nggak ada juga.” ucap Kanisha sambil berlalu meninggalkan Angkasa.

Kanisha terlihat biasa saja padahal deg-degan luar biasa. Rekor sudah dua kali diajak ngomong duluan sama Angkasa.

Angkasa pake parfum apa ya, wangi banget, batin Kanisha sambil berjalan menuju halte angkot yang tak jauh dari warung ayam geprek tadi.

Kanisha melepas sepatunya dan membuka pintu ruang OSIS. Ia menemukan bahwa Angkasa telah ada di dalam sana.

“Udah lama Ka? Sorry ya gue tadi beli ayam geprek dulu, laper,” ucap Kanisha sambil meletakkan tas nya lalu duduk di dekat Angkasa.

“Iya gapapa.”

Kanisha mengeluarkan kertas gambaran kasar dari nama-nama panitia yang tadi Ia susun sendiri, “Menurut lo, ini gimana?”

Angkasa membaca kertas Kanisha sambil sesekali wajahnya menunjukkan bahwa Ia sedang berpikir.

“Menurut lo?” tanya Angkasa.

“Nah, menurut gue, ini di konseptor, udah pas banget, Yudhistira sama Wenda udah bagus banget kalo masalah konsep. Untuk sekre sama bendahara nya juga menurut gue udah pas. Nah tinggal yang penanggung jawabnya Ka, bingung. Menurut lo gimana?” ucap Kanisha.

Angkasa menunjuk nama yang Kanisha cantumkan untuk menjadi penanggung jawab kelas 12 IPA 2, “Ganti, jangan dia.”

“Kenapa?” tanya Kanisha.

“Suka cabut.”

“Kalo gue ganti sama Jo temen lo gimana?” tanya Kanisha.

“Oke.”

Kanisha mencoret nama yang sebelumnya Ia pilih menjadi calon penanggung jawab kelas 12 IPA 2, lalu menggantinya dengan nama Jonathan.

“Ini juga ganti,” ucap Angkasa sambil menunjuk nama calon penanggung jawab kelas 12 IPS 1.

“Kenapa?”

“Nggak tegas.”

“Emang kenapa?”

“Gak bisa nagih uang.”

“Oiya bener juga lo. Hmm, antara Winata sama Juwan, lo prefer siapa?” tanya Kanisha.

“Winata.”

“Okee berarti Winata ya ini gue ganti. Ada lagi nggak?”

Angkasa membaca ulang daftar nama-nama yang akan menjadi panitia untuk buku tahunan angkatan mereka.

“Udah.”

“Oke deeeh, nanti gue hubungin mereka aja ya buat inform concent setuju atau nggak nya.”

“Iya.”

“Yaudah, udah yey! Makasih yaaa Ka udah dibantuin.”

“Cuma sedikit.”

“Iyaaa tetep makasih saran nya.”

“Iya sama-sama.”

Kanisha berjalan dari kelasnya, 12 IPA 1, menuju ke 12 IPA 5, kelasnya Angkasa.

Kanisha mengetuk pintu 12 IPA 5 dan memasukkan kepala nya ke dalam kelas, “Ada Angkasa?”.

“Widih tumbenan di Angkasa ada yang nyari,” ucap salah satu siswa 12 IPA 5.

“Paling juga kerjaan, kaya biasanya,” ucap siswa lain. Kanisha mengacungkan jempol.

“Tuhkan bener. KAAA! itu lo dicariin,” ucap salah satu siswa di sana.

Angkasa yang sedang menulis sesuatu di buku nya, mengangkat kepala nya, “Siapa?”.

“Noh di luar ada si Kanisha,” ucap siswa tersebut.

Angkasa menoleh ke arah pintu kelas nya, mulutnya mengucapkan kata, “Kenapa?”, namun tanpa suara.

Kanisha yang melihat itu menggerakkan tanganya sambil mengikuti cara Angkasa berbicara tadi, “Sini dulu”.

Angkasa menutup buku catatannya, berdiri, dan berjalan ke arah Kanisha. Mereka berdua mengobrol di luar kelas 12 IPA 5.

“Kenapa?” tanya Angkasa.

“Jumat Awan mau presentasi, gimana?” ucap Kanisha.

“Ya ga gimana-gimana.”

“Maksud gue, lo bisa nggak?” tanya Kanisha.

“Bisa.”

“Abis ini berarti gue harus susun panitia ya? Eh, ya kan?”

“Iya.”

“Okee. Udah Ka, gitu doang, makasih ya, masuk kelas lagi aja hehe,” ucap Kanisha.

“Sama-sama,” ucap Angkasa sambil berjalan masuk kembali ke kelasnya.

Ya Allah, keren banget, gue akhirnya berani nyamperin Angkasa duluan, batin Kanisha sambil Ia berjalan menuju kelas nya karena kebetulan bel masuk sudah berbunyi.

Kanisha memasuki gerbang sekolah nya dengan agak terburu-buru karena 3 menit lagi gerbang ditutup. Datang mepet, itu lah kebiasaannya. Yang penting tidak telat.

Saat sedang berada di koridor, ia berpapasan dengan Angkasa yang baru saja keluar dari kelas nya untuk buang sampah. Kebetulan kelas mereka berada di satu koridor yang sama.

“Hubungin Awan jangan lupa,” ucap Angkasa saat Kanisha berjalan melewatinya.

Kanisha berhenti dan menoleh, “Iya siap Ka!” sambil mengangkat tangan nya seperti sedang hormat.

Angkasa masuk lagi ke dalam kelas nya, 12 IPA 5, meninggalkan Kanisha di sana.

Anjir mimpi apa gue diajak ngomong duluan sama Angkasa?, batin Kanisha.

2018 —Masa MPLS

“Siswi! Kenapa sepatu kamu tidak full hitam?” ucap salah satu panitia MPLS tahun 2018. Namun, siswi yang dimaksud oleh sang panitia tidak merasa bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya, sehingga Ia tidak menoleh.

“Siswi yang pakai rok kotak-kotak merah!” panggil sang panitia itu lagi.

Satu-satunya siswi dengan rok kotak-kotak merah yang merupakan ciri khas seragam SMP asal nya itu menoleh, “Saya Kak?”

“Iya kamu, daritadi saya panggil-panggil!” ucapnya.

Sang siswi berdiri lalu menuju ke tempat panitia tersebut berdiri, “Kenapa ya Kak?”

“Siapa nama kamu Siswi?”

“Kanisha Kak,” ucap sang siswi yang ternyata bernama Kanisha.

“Dari kelompok berapa?”

“7 Kak.”

“Itu kenapa sepatu kamu tidak full hitam?!”

“Emang ada peraturan harus full hitam ya Kak?” tanya Kanisha sambil melihat ke arah sepatunya.

“Kamu tuh ya! Saya dan panitia lain udah susah-susah bikin peraturan tapi tidak dibaca!” ucapnya marah. Dari name tag di baju seragam nya tertulis nama “Alvaro”.

Tiba-tiba datang lah seorang siswa dari arah tangga dengan seragam khas SMP negeri, putih-biru.

“Kak izin lapor, saya sudah kembali dari toilet!” ucapnya.

“Kamu izin nya tadi 3 menit ya! Ini 5 menit!” ucap Kak Alvaro.

Demi Tuhan, 2 menit doang.., batin Kanisha.

“Maaf Kak!” ucap sang siswa.

“Aduh ini siswa baru kenapa gak ada yang bener sih?! Yang cewek sepatu nya gak full hitam, yang cowok dateng nya telat 2 menit!” ucap Kak Alvaro.

“Kak izin interupsi, di buku peraturan memang tidak dituliskan bahwa sepatu harus full hitam,” ucap sang siswa. Kanisha yang mendengar hal tersebut menoleh ke arah siswa itu.

“Jangan sok tahu kamu! Kan yang bikin juga saya dan panitia! Memang nya kamu hafal?!” ucapnya.

Ni Kak Alvaro bacot banget sumpah, batin Kanisha lagi.

“Hafal Kak! Satu, bagi siswa perempuan yang panjang rambut nya melebihi bahu harus diikat, bagi siswa laki-laki rambut tidak boleh lebih panjang dari alis dan telinga. Dua, harus datang maksimal 5 menit sebelum waktu yang telah ditentukan. Tiga, harus selalu menerapkan 7s, senyum, salam, sapa, sopan, santun, sigap, dan semangat. Empat, wajib menggunakan atribut lengkap sesuai standar berseragam sekolah asal. Li—”

“Cukup. Pusing saya. Kalian berdua balik lagi ke tempat masing-masing!” ucap Kak Alvaro memotong omongan sang siswa tersebut.

Keren, siapa juga yang sampe hafalin buku peraturan, batin Kanisha.

Belum sempat melihat name tag, siswa tersebut langsung berlalu menuju tempat nya berasal.

Yah, belum bilang makasih, batin Kanisha.


Saat ini sedang waktu nya ishoma, alias istirahat-sholat-makan. Kanisha bersama Nila, sahabat karib nya semenjak sekolah dasar, duduk di aula bersama dengan siswa lainnya.

“Nila, gue masih penasaran, itu yang tadi, siapa ya nama nya?” ucap Kanisha.

“Nanti juga ketemu,” ucap Nila.

“Keren banget sumpah! Gue masih speechless kalo inget yang tadi,” ucap Kanisha sambil melihat sekitar aula. Matanya mencari-cari sosok yang tadi membacakan peraturan di depan Kak Alvaro.

“Nila itu anjir yang itu! Duduk dipojok yang kotak bekel nya warna navy!” ucap Kanisha sambil menggoyang-goyangkan tangan Nila saat matanya menangkap sosok yang dicarinya.

“Mana anjir?”

“Itu! Itu!” ucap Kanisha, kali ini sambil menunjuk daerah tempat si cowok itu duduk.

“Anjir nggak usah ditunjuk gelo nanti orang nya ngerasa,” ucap Nila sambil menarik tangan Kanisha untuk turun.

“Kalo gak gue tunjuk ntar lo bingung yang mana.”

“Eh itu ganteng banget sumpah sebelah nya si cowok yang lo maksud itu Sha, yang pake celana pendek,” ucap Nila salah fokus.

“Kalo pake celana pendek alamat beda server sama kita La, ngerti lah,” ucap Kanisha.

“Ah anjir beda server mah susah.”

“Eh berdiri mereka, eh lewat sini kan ya, fix harus liat nama nya La,” ucap Kanisha saat melihat cowok yang Ia maksud dan cowok yang Nila maksud berdiri, sepertinya untuk ke toilet.

Saat itu lah Kanisha akhirnya tahu jika cowok yang Ia cari bernama “Angkasa B. Dirgantara” dan cowok yang Nila maksud bernama “Winata Adi Surya” berdasarkan name tag mereka.


“Makasih ya tadi lo nolongin gue dari panitia!” ucap Kanisha sambil mengulurkan tangan nya saat Ia melihat Angkasa sedang berdiri menunggu ada yang jemput.

“Oh? Sama-sama,” ucap Angkasa menghiraykan uluran tangan dari Kanisha. Merasa awkward akhirnya Kanisha menurunkan tangan nya.

“Gue Kanisha,” ucap Kanisha memperkenalkan diri.

“Angkasa,” ucap Angkasa.

“Sekali lagi makasih ya Ka!” ucap Kanisha.

“Ya,” ucap Angkasa dingin.

Demi Tuhan dingin banget, tapi kok gue deg-degan ya? Aneh. Kaya mules gitu tapi gak pengen ke toilet, batin Kanisha.

Sejak hari itu lah Kanisha sadar (dibantu oleh Nila juga sebenarnya) bahwa Ia memiliki perasaan pada Angkasa karena alasan yang sederhana.

“Gua anter aja deh, gua beneran udah enakan tau.”

“Kaga usaaaaah beneran dah.”

“Bleki lo tinggalin aja disini Neng.”

“Ih, terus nanti gue kalo mau ke indomaret naik apa?”

“Yaudah kita konvoy lagiii kaya waktu itu, gua pake motor jugaa.”

“Ngga aaaah lo baru juga enakan, nanti kena angin malem lagii.”

“Neng tapi udah maleeeem.”

“Iya ngga apa-apaaa A Ekaaal.”

“Takut nya kenapa-kenapa di jalaaan.”

“Ngga akaan, lo mah lupa gue pernah nyetir tengah malem ke Asia Afrika.”

“Itu mah beda ceritaaa.”

“Ih udah pokoknya gapapa, gak usah dianterin, nanti dikabarin kalo udah sampe.”

“Beneran gapapa?”

“Iyaaa udah gapapa beneran.”

“Beneraaan?”

Anin terkekeh sambil memegang jari kelingkin Haekal, “Asli dah, gapapa beneran.”

“Yaudaaah. Tapi kabarin.”

“Iyaaa ganteng, aku udah biasa jugaaa pulang malem gapapaa.”

“Yaudaah. Hati-hati yaaa,” ucap Haekal sambil mengusak-usak rambut Anin.

“Ih berantakaaan.”

“Gapapaaa tetep cantiiik.”

“Buayaaa. Udah yaa dadah!”

“Daaah!”