Halo, ini aku.
Aku yang selalu menyisipkan namamu dalam doaku. Entah saat sujud terakhir atau sesudah selesai shalat.
Aku yang selalu menganggap bahwa kamu salah satu duniaku, aku yang selalu menganggap kamu adalah segalanya— kamu pun tau ini.
Halo kamu yang sudah pergi jauh disana, apakabar?
Kamu pergi saat aku belum bisa membalas apa-apa. Tapi tidak apa, setidaknya aku tau bahwa aku pernah membuatmu bangga sampai menitikkan air mata– walaupun hanya dua kali.
Pasti di sana bahagia ya? Aku senang kalau kamu senang di sana.
Kamu tau nggak, kalau kamu akan melewatkan dua janji sakral dalam hidup aku? Sumpah dokter dan saat aku menikah nanti. Harusnya kamu di sini, sama aku, ikut menyaksikan aku berkembang, ikut dalam upacara penting dalam hidup aku, dan ikut menjadi saksi saat aku menikah nanti. Tapi tidak apa-apa, aku tau kamu akan tetap bangga dan bahagia melihat aku dari atas sana.
Halo, semoga kita bisa bertemu lagi ya nanti, saat sudah seharusnya kita bertemu, di tempat yang indah, di atas sana.
Ayah, terima kasih untuk semua cerita yang sudah kamu berikan untuk aku, walaupun hanya 18 tahun, tidak apa, itu juga bukan waktu yang sebentar. Terima kasih atas segala jerih payah dan pengorbanan yang diberikan selama ini. Terima kasih sudah menjadi ayah terhebat dan terkeren di dunia.
—Dari aku, anak perempuanmu.