Demam
Joan pada akhirnya memutuskan untuk masuk menggunakan kunci miliknya yang Ia simpan di dalam mobil yang biasa Ia pakai kerja.
Saat masuk ke dalam rumah, Joan menemukan Kale yang sedang tertidur di sofa ruang tamu, menunggu Joan pulang namun ketiduran.
Joan mendekat lalu berlutut di sebelah Kale. Joan membangunkan Kale dengan menepuk pipinya, namun Ia merasakan sensasi hangat yang terasa saat Ia menepuk pipi Kale.
“Kale.. ini gue udah pulang.”
Kale dengan setengah sadar langsung duduk dan mengerjapkan matanya, “E-eh Joan. Baru balik apa daritadi? Sorry sorry gue nggak bukain pintu ya jadinya.”
“It's okay. Lo demam kah? Kok kaya anget gitu pipinya,” ucap Joan sambil menyentuh pipi Kale.
“Iya.. agak nggak enak badan sih, kayanya kehujanan. Jangan dimarahin Jo..”
“Gue nggak marah. Kok bisa kehujanan?”
“Tadi makan bakso. Kan kebagian parkirnya agak jauh dari gerobak mas nya. Eh pas mau balik, hujan deres gitu. Nah, tadinya mau nunggu hujan reda. Tapi pasti lama. Jadi ya udah.. kehujanan deh.”
“Kenapa nggak bilang sayang.. tau gitu tadi nggak lembur.”
“Ih. Kan banyak kerjaan lo-nya.”
“Tapi kan lo top priority, kerjaan bisa gue tunda. Next time bilang ya.”
“Iya Jo.. maaf ya.”
“Gak apa-apa. Tadi sempet minum obat belum? Ada paracetamol di kotak obat.”
“Udah tadi.”
“Oke bagus. Gue anterin ke kamar ya. Gue bersih-bersih, nanti baru gue ke kasur.”
Selesai mandi, Joan melihat Kale sudah terlelap di atas kasur. Joan membaringkan tubuhnya di sebelah Kale. Kebetulan sekali posisi mereka sedang berhadapan. Joan mengusap-usap punggung Kale.
“Jo, bobo aja. Nggak usah diusapin. Lo capek baru balik kerja,” ucap Kale dengan mata masih terpejam.
“Nggak capek. Besok kita ke dokter ya, gue besok izin telat juga.”
“Yaudah. Thank you yaa Joan!”
“Anytime, dear!”